Sekapur Sirih Mang Daya

Antrian BLT

anak jalanan

test iii

buruh tani

Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan RI 65 tahun yang lalu Antrian BLT membuat rakyat Indonesia bagaikan pengemis Anak-anak pun dipaksa menjadi pengemis di jalanan kota-kota besar BBM yang jadi kebutuhan rakyat banyak kian sulit dijangkau Usia lanjut masih menjalani sebagai buruh tani. Pertanian tak lagi banyak memberi harapan

Selasa, 17 Agustus 2010

Meluruskan Tambal Sulam Ujian Nasional

UN/sekolahindonesia.edu

Pengumuman hasil Ujian Nasional (UN) siswa SMA/SMK/MA tahun ini kembali diwarnai ketegangan dan perdebatan karena banyak siswa yang tidak lulus. Kebijakan UN perlu ditata dan ditempatkan pada prinsip yang benar agar tidak terus-menerus bagai bennang kusut dan membuat pendidikan bergerak maju.

Sejak diberlakukan tahun 2004, kebijakan UN seperti tak kunjung henti menimbuilkan pro-kontra. Menimbulkan gejolak, perdebatan, dan keresahan, sampai tuntutan ke pengadilan. Namun pelaksanaan UN tahun ini menimbulkan ketegangan yang lebih tinggi karena pelaksanaannya dipercepat, sehingga banyak sekolah, guru, dan siswa yang merasa tidak siap. Di berbagai kota siswa melaksanakan istighosah dan doa bersama, banyak yang sampai menangis-nangis, bahkan jatuh pingsan, seperti menghadapi sebuah musibah. UN bagai “hantu” yang begitu menakutkan. Gejala yang sungguh tidak sehat.
  
Begitu pula menjelang pengumuman pada akhir April. Suasana tegang dan tidak pasti mewarnai siswa maupun guru-guru di sekolah. Dan ketika hasil UN diumumkan, kembali banyak siswa yang mengalami guncangan, histeris, jatuh pingsan, dan ngamuk.

Ancaman Liberalisasi dan Benang Kusut Dunia Pendidikan Kita

sekolah rusak/rilisindonesia.com
Setiap tanggal 2 Mei kita memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Namun, hingga enam dasawarsa lebih dunia pendidikan kita masih seperti benang kusut dan semakin penuh keluhan, antara lain kebijakan yang terus berubah dan tambal sulam, biaya pendidikan yang semakin mahal dan tidak terjangkau masyarakat, serta kualitas pendidikan yang rendah Saat jumlah masyarakat miskin semakin bertambah, dunia pendidikan kita justru semakin dibayangi liberalisasi dan privatisasi.

Hingga kini dunia mempercayai pendidikan sebagai sarana mobilitas sosial paling ampuh. Dengan pendidikan manusia bisa meningkatkan kemampuan dan kualitas kehidupan, mampu melepaskan diri dari ketertinggalan dan kemiskinan. Dan dengan manusia-manusia berkualitas seperti itu, sebuah bangsa akan tumbuh menjadi maju  dan kuat.
   
Namun, apa boleh buat, hingga 60 tahun lebih merdeka, bangsa kita tak kunjung berhasil membangun pendidikan yang kuat. Kebijakan pendidikan bangsa kita masih terus berubah dan tambal sulam. Mutu pendidikan kita bahkan kalah dari negara-negara Asean. Dan yang lebih mencemaskan, lembaga pendidikan kita kini malah berubah jadi makhluk ekonomi. Pendidikan yang berkualtias semakin elite dan mahal, sehingga tidak terjangkau masyarakat bawah, bahkan menengah.
   
Salah satu bukti, peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun ini justru diwarnai gelombang unjuk rasa di berbagai wilayah di Tanah Air. Aspirasi paling menonjol dalam aksi-aksi itu adalah protes semakin mahalnya biaya pendidikan. Warnai lain, adalah protes atas hasil dan pelaksaan Ujian Nasional.

Senin, 09 Agustus 2010

Renungan Hari Kemerdekaan: Wakil Rakyat Tanpa Aspirasi Rakyat

ketika tidur, aspirasi apa yang mereka dengar

Dalam peringatan Hari Kemerdekaan kali ini kita perlu secara khusus menyoroti Dewan Perwakilan Rakyat, karena bagaimanapun warna kehidupan politik dan bernegara kita selama era reformasi ini banyak ditentukan lembagan negara ini. Apa yang mereka lalukan selama ini? Sebagai lembaga perwakilan rakyat, sudahkah DPR kita mewakili aspirasi rakyat?

Salah satu perubahan penting dan mendasar dalam peralihan kehidupan politik dari rezim Soeharto ke era reformasi adalah pudarnya peran sosial-politik ABRI-Polri dan naiknya supermasi sipil yang diwakili oleh partai politik. Peran partai-partai politik menjadi dominan, karena fungsi lembaga DPR diperluas dengan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.

Kini, hampir tidak ada perundangan, peraturan, dan kebijakan yang tidak melewati DPR. Boleh disebut semua perubahan besar yang kita jalankan selama ini, seperti desentralisasi (otonomi daerah), pemilihan umum langsung, dan sebagainya adalah hasil kerja partai politik yang diwakili kader-kader mereka di DPR. Begitu pula kegiatan rutin krusial, seperti penetapan APBN, dan penetapan pejabat-pejabat publik.

Sekarang ada satu pertanyaan penting: apakah hasil kerja partai dan kader-kader partai ini sudah mengantar kita ke situasi kebangsaan yang lebih baik?

Renungan Hari Kemerdekaan: Ketika Bangsa Tanpa Nurani dan Rasa Kebangsaan


Bulan ini Indonesia genap 65 tahun merdeka. Mungkin banyak yang pantas kita syukuri. Tapi rasanya tak kalah banyak yang masih harus kita sedihkan. Negara kita, terutama pada tahun-tahu terakhir, semakin lama terasa kian kehilangan persatuan dan rasa kebangsaan. Dan rakyat seperti kehilangan pimpinan, seolah berjalan tanpa peta.


Terjadinya suatu bangsa, adalah menyatunya sekelompok masyarakat di satu wilayah dalam satu identitas dan aturan hidup bersama. Begitu pula terbentuknya bangsa Indonesia. Kita merasa dan menyatakan bahwa kita adalah satu. Satu bangsa, satu bahasa, satu perasaan, dan satu tujuan: menjadi bangsa yang berdaulat, dengan rakyat yang sejahtera!


Namun, rasanya kita harus jujur, setelah melalui perjalanan panjang 60 tahun lebih, kita belum kunjung sampai di tujuan itu. Bahkan tahun-tahun terakhir tujuan itu terasa makin mengabur. Kita tak kunjung menjadi bangsa yang mandiri. Rakyat justru makin miskin, sementara biaya kebutuhan hidup makin mahal. Korupsi luar biasa besar dan merata ke segala bidang. Pemerintah sering terasa tanpa hati, tak perduli penderitaan rakyat. Penerapan hukum tak memberi rasa keadilan. Sementara wakil rakyat tidak mewakili aspirasi masyarakat. Dan yang lebih menyedihkan, rasa persatuan antara kita seperti menghilang.

Apa sebenarnya yang terjadi dengan Indonesia kita? Inilah sederet “jantung” persoalan, yang seharusnya membuat kita pantas menangis.

Sabtu, 07 Agustus 2010

Pantai Tanjung Karang, Potensi Wisata Kota Palu

indahnya pantai Tanjung Karang, Donggala
Pantai Tanjung Karang, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, memancarkan pesona alam yang indah. Pasirnya putih berkilau dan warna lautnya biru bening. Sungguh sebuah tempat wisata yang potensial yang dimiliki Provinsi Sulawesi Tengah.

Akan tetapi sayangnya, nampak sekali potensi itu belum dikembangkan secara secara apik.  

Jumat, 30 Juli 2010

Arahkan Hutan Tanaman Rakyat Melalui Koperasi

hutan tanaman rakyat
Ada dua dampak pengelolaan hutan jika tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan. Pertama, meningkatnya kerusakan hutan. Kedua, konflik kepemilikan lahan hutan antara pemerintah dan masyarakat lokal.


Rabu, 28 Juli 2010

PNPM Mandiri Perdesaan Motor Penggerak Pembangunan di Desa


Presiden SBY saat rakernas PNPM
Melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan, Kementerian Dalam Negeri bertanggungjawab dalam melakukan upaya percepatan penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan potensi, dan memperkuat kapasitas kelompok masyarakat miskin untuk terlibat dalam pembangunan yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat.

Konversi Lahan Membuat Hengkang Petani ke Negeri Tetangga

Dari tahun ke tahun, luas lahan produktif yang beralih fungsi terus bertambah. Jika tidak ada upaya untuk menahan laju penurunan lahan pertanian maka Indonesia di masa depan akan mengalami krisis pangan. Tidak hanya itu, penduduk desa atau petani akan banyak lagi yang hengkang ke negeri tetangga.

Rakyat Jangan Disuguhi Kisruh Politik

Pasca pelantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono, hingga terbentuknya Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, perkembangan politik di tanah air semakin memperlihatkan kondisi yang tidak kondusif. Sejumlah persoalan krusial dalam penegakan hukum tampaknya menjadi pemicu kondisi tersebut.

Selamat datang

Blog ini masih dalam pengembangan... Terima kasih atas kunjungannya...