![]() |
UN/sekolahindonesia.edu |
Pengumuman hasil Ujian Nasional (UN) siswa SMA/SMK/MA tahun ini kembali diwarnai ketegangan dan perdebatan karena banyak siswa yang tidak lulus. Kebijakan UN perlu ditata dan ditempatkan pada prinsip yang benar agar tidak terus-menerus bagai bennang kusut dan membuat pendidikan bergerak maju.
Sejak diberlakukan tahun 2004, kebijakan UN seperti tak kunjung henti menimbuilkan pro-kontra. Menimbulkan gejolak, perdebatan, dan keresahan, sampai tuntutan ke pengadilan. Namun pelaksanaan UN tahun ini menimbulkan ketegangan yang lebih tinggi karena pelaksanaannya dipercepat, sehingga banyak sekolah, guru, dan siswa yang merasa tidak siap. Di berbagai kota siswa melaksanakan istighosah dan doa bersama, banyak yang sampai menangis-nangis, bahkan jatuh pingsan, seperti menghadapi sebuah musibah. UN bagai “hantu” yang begitu menakutkan. Gejala yang sungguh tidak sehat.
Begitu pula menjelang pengumuman pada akhir April. Suasana tegang dan tidak pasti mewarnai siswa maupun guru-guru di sekolah. Dan ketika hasil UN diumumkan, kembali banyak siswa yang mengalami guncangan, histeris, jatuh pingsan, dan ngamuk.
Peningkatan Tidak Lulus
Hasil Ujian Nasional (UN) 2010, yang diumumkan hari Senin, 24 April 2010, mengejutkan banyak pihak, terutama orangtua, guru, kepala sekolah, dan siswa bersangkutan, UN tahun ini jug diwarnai banyaknya siswa yang tidak lulus. Secara nasional, dari total siswa peserta UN adalah 1.522.162. Total yang mengulang 154.979 atau sekitar 10,12 persen. Tingkat kelulusana tahun ini 89,61 persen, menurun tingkat rata-rata kelulusan tahun 2009 lalu yang mencapai 95,05 persen.
Tingkat kelulusan yang menurun itu juga termasuk di Jakarta. Tingkat kelulusan dalam UN 2010 mencapai 90,67 persen, jauh lebih rendah dari tahun 2009 yang mencapai 95,8 persen. Sementara daerah yang paling banyak siswanya tidak lulus dan harus mengulang UN adalah Nusa Tenggara Timur sebanyak 18.333 siswa, Jawa Tengah 13.914 orang, dan Nusa Tenggara Barat 9.086 orang, dan Sulawesi Selatan 8.451 orang.
Hal yang tak mengejutkan 16.467 SMA/MA/SMK di seluruh Tanah Air sebanyak 267 sekolah SMA/MA/SMK 100 persen siswanya tidak lulus UN 2010. Sekolah ini terdiri dari 51 sekolah negeri dan 215 sekolah swasta, Siswa yang tidak lulus ini akan mengikuti ujian ulangan yang dilaksanaka pada 10 – 14 Mei. Dari siswa yang tidak lulus yang mengulang 1 mata pelajaran 99.079 orng. Sisanya mengulang dua sampai 6 mata pelajaran.
Menimbulkan dilema. Banyak siswa yang sudah diterima di perguruan tinggi negeri, baik melalui tes maupun lewat penelusuran bakat dan minat karena menunjukkan prestasi belajar dan nilai bagus selama di SMA. Biasanya dalam mata pelajaran mendapat nilai tinggi, karena satu mata pelajaran. Banyak yang mengeluh soal-soal UN lulus, tapi tidak menyangka bakal tidak lulus
Soal Menjebak
Menurut kalangan guru, soal-soal UN perlu dievaluasi secara menyeluruh, karena banyaknya siswa yang gagal mendapat nilai minimal. Menurut Jajang Priatna, Ketua Asosiasi Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, soal-soal UN untuk Bahasa Indonesia dirasakan sulit oleh siswa karena pilihan yang disediakan banyak yang mengecoh. “Soal-soal Bahasa Indonesia itu untuk menguji siswa, bukan untuk mengecoh. Kenyataannya guru-guru juga banyak yang terkecoh soal,” kata Jajang. Dalam UN 2010, sebanyak 72.918 siswa SMA harus mengula
ng ujian Bahasa Indonesia.
Fiman Syah Noor, Ketua Asosiasi Guru Matematika Indonesia mengatakan, pembelajaran Matematika oleh guru dan siswa sekolah saat ini terjebak pada pelatihan soal dengan cara jawab cepat seperti yang dilakukan kursus bimbingan belajar. Padahal pelajaran Matematika bukan hanya menekankan pada hasil akhir, tapi terutama untuk membangun proses berpikir sistimatis, logis, dan terstruktur. “Namun, untuk mengejar nilai UN, proses ini terabaikan,” ujar Firman.
Selain itu, kelompok soal yang diberikan kepada siswa berdasarkan kode, berbeda tingkat kesulitannya. Firman menduga siswa yang tidak lulus mendapat kelompok soal yang sulit. Sebelumnya, meski kode berbeda, soalnya sama, cuma urutan nomornya berbeda.
Untuk jurusan IPS, siswa paling banyak siswa tidak lulus dalam pelajaran Sosiologi, yakni sebanyak 64.903. Menanggapi ini, Iwan Hermawan, anggota Presidium Asosiasi Pendidik Sosiologi mengatakan, realitas ini menjadi tantangan untuk peningkatan kualifikasi guru Sosiologi. “Saat ini banyak guru Sosiologi di SMA bukan berlatar belakang pendidikan Sosiologi, sehinga bisa jadi penyampiannya pada siswa kurang tepat,” ujar Iwan.
Demi Perbaikan
Salah satu alasan menolak UN selama ini karena pelaksanaan UN dianggap tidak adil dan membuat siswa dan orangtua tertekan. Seorang siswa yang selama 3 tahun berprestasi baik, bisa tidak lulus karena nilai dari salah satu mata pelajaran yang diujikan dalam UN kurang nol koma sekian. Seorang anak yang pintar matematika dan bahasa Inggris tidak lulus karena lemah atau tidak tertarik dengan geografi. Masyarakat menerima sebagai salah satu metode untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran, tapi bukan satu-satunya tolok ukur hasil pendidikan. Dengan memaksakan UN, sekolah, guru, dan siswa sebagai obyek pendidikan seperti dimarjinalkan.
Menurut pengamat pendidikan Arif Rahman, rumus kelulusan UN memang harus terus dikaji ulang. Selama ini standar penilaian yang digunakan saat ini adalah standar mutlak. Seharusnya yang digunakan standar norma, yaitu standar penilaian atas pertimbangan kondisi daerah yang berbeda-beda. “Ujian Nasional harus memenuhi asas bermutu, berkeadilan, dan efisiensi. Sekolah-sekolah yang fasilitas kegiatan belajar-mengajar dan gurunya belum memadai seharusnya dilihat dan dipertimbangkan untuk menentukan nilai kelulusan,” kata Arif.
Namun, Arif menilai langkah pemerintah yang dilakukan sekarang sebagai kemajuan, karena UN memang bukan penentu kelulusan. Untuk menentukan siswa lulus dengan tidak, harus diramu dengan ujian sekolah, ujian praktik, ujian harian, serta akhlak dan budi pekerti siswa. “Jadi, yang ketuk palu lulus atau tidaknya siwa, ya kepala sekolah,” kata Arif.
Selain itu, kebijakan UN tahun dianggap dianggap punya empati karena ada UN ulangan. Tahun-tahun sebelumnya, kalau tidak lulus, pilihan hanya mengikuti ujian persamaan Paket C, yang membuat siswa yang tidak lulus seperti terhukum.
Pendidikan yang Membebaskan
Kebijakan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) sebagai tanda kelulusan, sesungguhnya bukanlah sesuatu yang sepenuhnya keliru. Bagaimanapun, pendidikan harus punya standar sebagai parameter kualitas.
Menurut Mendiknas Muh. Nuh, evaluasi hasil UN akan dijadikan bahan untuk melakukan intervensi kebijakan terhadap sekolah-sekolah terhadap sekolah yang banyak siswa atau 100 persen tidak lulus. Kementerian Pendidikan tidak akan memberi sanksi, tetapi melakukan intervensi kebijakan setelah diketahui titik masalah yang menjadi kelemahan sekolah tersebut. tetapi akan dibantu dan diperkuat. “Kami akan melihat kondisi dan kualitas guru, serta fasilitasnya,” kata Muh. Nuh, dalam jumpa pers Mengevaluasi UN 2010, 27/4 lalu. Mendiknas juga mengatakan sedang meneliti 50 soal UN Bahasa Indonesia yang menyebabkan banyak siswa harus mengulang.
Pentingnya UN untuk penyamaan standar mutu secara nasional, tetapi degnan sistem yang lebih baik, yang adil untuk semua pihak. Jangan sampai logika pedagogis (ilmu pendidikan) dikalahkan arogansi kekuasaan politis.
UN tidak bermasalah kalau dijadikan sebagai achievment test, yang mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran. Dari sana akan terlihat kelemahan guru dan sekolah. Tapi akan menjadi masalah kalau dijadikan satu-satunya tolak ukur. Sungguh tidak adil kalau sekolah-sekolah di pedalaman Kalimantan atau Papua disamakan dengan sekolah di Jakarta atau Pulau Jawa. Hasil UN diperhitungkan dengan aspek-aspek lain, seperti aspek akhlak dan kepribadian, kelulusan pada mata pelajaran yang diujikan di sekolah, dan menyelesaikan seluruh program pendidikan.
Akibatnya kebijakan UN membuat guru dan siswa sama-sama stres. Satu tahun kegiatan dipusatkan untuk persiapan menghadapi UN. Akibatnya, praksis pendidikan di kelas akhir setiap tingkatan sekolah disempitkan menjadi semacam bimbingan belajar. Ini menyalahi konsep pendidikan. * Nes
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan beri komentar